YANG HOT KLIK DI SINI

Minggu, 31 Januari 2010

Marak, Pencurian Kayu di Indramayu

PEMBALAKAN LIAR INDRAMAYU

Pencurian Kayu Marak

INDRAMAYU - Selama tahun 2009 terjadi 19 kasus pencurian kayu di kawasan hutan milik Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Indramayu, Jawa Barat.

Kepala Administratur Perum Perhutani KPH Indramayu Budi Sohibudin, Rabu (27/1), menyebutkan, dari 19 kasus pencurian kayu selama 2009, terdapat 15 kasus yang telah diproses polisi dan 11 kasus telah divonis. Jumlah kasus itu lebih banyak daripada tahun 2008, yaitu 11 kasus dengan 10 kasus telah divonis.

Budi menjelaskan, pelaku tergiur mencuri dan menjual kayu jati untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, terutama pada musim paceklik dan musim hajatan. Kayu jati curian dijual Rp 20.000-Rp 50.000 per batang.

Pencurian kayu semakin dipermudah dengan bagusnya akses di sekitar hutan Indramayu, termasuk jalur Cikamurang-Sanca-Bantarwaru, yang menghubungkan Indramayu dengan Subang dan Sumedang. Pencuri umumnya menebang pohon pada petang hari dan menjelang fajar, lalu membawanya dengan sepeda, sepeda motor, atau mobil untuk dijual kepada penadah.

Komandan Regu Keamanan KPH Indramayu Utom Priatna menambahkan, pengawasan sudah ditingkatkan, termasuk melibatkan masyarakat desa yang peduli hutan. Namun, pencurian kayu tetap banyak muncul, terutama di empat lokasi, yaitu di Resor Pemangku Hutan (RPH) Cipondoh, Jati Mulya Selatan, Sanca, dan Cikamurang. (tht)***

Source : Kompas, Kamis, 28 Januari 2010 | 03:15 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

suraryo @ Kamis, 28 Januari 2010 | 10:27 WIB
Itu namanya petugasnya memble.

KERUSAKAN LINGKUNGAN : Penambangan Perlu Diaudit

KERUSAKAN LINGKUNGAN

Penambangan Perlu Diaudit

Patuhi Kaidah Penambangan yang Baik

JAKARTA - Pemerintah diharapkan segera membentuk panel khusus untuk mengaudit penambangan batu bara di wilayah Kalimantan. Audit itu untuk mengetahui sebaran penambangan, kesesuaian lahan, dan kepatuhan pemilik kuasa pertambangan pada standar lingkungan.

Hal ini disampaikan Ridaya Laodengkowe, koordinator Koalisi Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Rabu (27/1) di Jakarta. Koalisi ini terdiri dari 43 organisasi nonpemerintah di Indonesia untuk mengampanyekan transparansi dan akuntabilitas sektor ekstraktif.

Sejauh ini, pemerintah daerah dan pusat dinilai saling tunggu untuk mengambil langkah yang mesti dilakukan guna mengatasi masalah penambangan yang merambah hutan konservasi di Kalimantan. Pemerintah daerah menuding pemerintah pusat seenaknya mengeluarkan izin dan menetapkan wilayah hutan. Pemerintah pusat menuduh pemda tidak terkendali memberikan kuasa pertambangan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang diharapkan jadi kerangka hukum penyelesaian situasi ini hingga kini belum berdampak. Pembahasan rancangan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU No 4/2009 itu berlarut-larut sehingga penataan izin usaha pertambangan berikut wilayah pertambangan jadi tertunda.

Untuk menghindari dampak lebih jauh, PWYP mendesak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera membentuk panel khusus untuk mengaudit. Audit itu mencakup sebaran penambangan, kepemilikan, kesesuaian lahan, kepatuhan pada standar lingkungan, dan ketentuan fiskal yang berlaku.

”Untuk menjamin integritas panel khusus, kami usulkan panel terdiri dari unsur pemerintah pusat dan daerah, akademisi dan kalangan organisasi masyarakat sipil,” kata Ridaya. Panel khusus ini bekerja sekaligus sebagai rintisan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 169 UU No 4/2009.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh menyatakan, aktivitas penambangan harus sesuai undang-undang. ”Aktivitas penambangan di kawasan hutan konservasi tidak boleh dilakukan,” ujar Darwin.

Saat ini, kementerian terkait di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian sedang membahas dan merumuskan langkah-langkah soal tumpang tindih itu.

Lembaga berwenang, dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan aparat hukum, lebih tahu kawasan-kawasan yang dilanggar. Di lain pihak, kuasa-kuasa pertambangan diterbitkan oleh pemerintah daerah tingkat dua.

Presiden Direktur BHP Billiton Indra Diannanjaya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, kemarin, menyatakan, pengelolaan lingkungan seharusnya menjadi bagian integral dari pertambangan. Jadi, setelah selesai menambang, lahan bekas tambang harus direklamasi, dilanjutkan rehabilitasi lahan, dan penanaman kembali atau revegetasi.

Saat ini terjadi salah kaprah di kalangan pemilik kuasa pertambangan di daerah terkait pengelolaan lingkungan. Jaminan reklamasi dianggap uang yang dititipkan ke pemerintah sehingga banyak pemilik kuasa pertambangan menganggap terbebas dari kewajiban reklamasi tambang.

Untuk melindungi lingkungan, Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, kemarin, menyatakan, timnya sedang mengevaluasi dan membuat kategorisasi tambang yang merusak dan tidak merusak.

”Ini fungsi pengawasan yang dapat dilakukan berdasarkan undang-undang,” ujarnya. Undang-undang dimaksud adalah UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Di Provinsi Kalimantan Selatan saja kini terdapat 1.180 izin kuasa penambangan yang dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota. Sebanyak 32 izin kontrak karya penambangan dikeluarkan Kementerian ESDM.

Di dalam rancangan peraturan pemerintah soal mineral dan batu bara, izin kuasa pertambangan ini kemungkinan akan dihapus. (EVY/NAW)***

Source : Kompas, Kamis, 28 Januari 2010 | 03:13 WIB

Gubernur Kaltim Tolak Tambang di Bukit Soeharto

KAWASAN KONSERVASI

Gubernur Kaltim Tolak Tambang di Bukit Soeharto

SAMARINDA - Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak menolak kegiatan pertambangan dalam bentuk apa pun di kawasan konservasi, seperti di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Hal itu diharapkan menjadi bahan pertimbangan pemerintah pusat.

”Namun, saya tak bisa apa-apa kalau Menteri Kehutanan mengizinkan karena kewenangan pemberian izin ada pada Menhut,” katanya dalam jumpa pers di Kantor Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Samarinda, Kamis (28/1).

Gubernur menyampaikan hal itu saat dimintai tanggapan atas surat dari Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan tanggal 3 September 2009 mengenai pemanfaatan potensi batu bara di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kaltim.

Pertimbangannya, pertambangan mineral dan batu bara berperan penting terhadap nilai tambah pertumbuhan ekonomi serta pembangunan nasional dan daerah.

Namun, surat itu juga merujuk Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengenai status kawasan konservasi. Karena di kawasan konservasi pertambangan dilarang berlangsung secara terbuka, dengan perkembangan teknologi, pertambangan dimungkinkan dilakukan di bawah tanah. Kementerian Kehutanan diminta tanggapannya mengenai kemungkinan pemanfaatan batu bara di Tahura Bukit Soeharto dengan membuat terowongan.

Awang mengatakan telah menerima tembusan surat itu. Secara prinsip, ia menolak penambangan di kawasan konservasi.

Gubernur juga menyatakan prihatin dengan adanya 52 kuasa pertambangan (KP) yang beroperasi di sekitar kawasan konservasi itu. Data dari Dinas Kehutanan Kaltim menunjukkan, ada 11 KP yang wilayahnya tumpang tindih dengan Tahura Bukit Soeharto.

Awang menjelaskan, KP di Tahura Bukit Soeharto dikeluarkan Bupati Kutai Kartanegara. Gubernur tidak berwenang menerbitkan KP. Di Kaltim telah terbit 1.180 KP dari pemerintah kabupaten/kota dan 32 izin usaha pertambangan dari pusat.

”Setiap rapat, kami mengimbau agar kabupaten/kota dan pusat jangan mengeluarkan izin terlalu banyak,” katanya.

Dalam jumpa pers, Awang meminta Kompas meluruskan pemberitaan mengenai dirinya. Saat menjadi Bupati Kutai Timur, dia memang menerbitkan KP, tetapi tidak sebanyak 38 KP. Namun, dia tidak merinci berapa jumlah KP yang dia terbitkan.

”Saya sempat mundur selama dua tahun karena maju pemilihan gubernur Kaltim. Selama itu terbit KP-KP baru oleh bupati selanjutnya,” kata Awang.

Tambang di hutan

Di Banjarmasin, Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan terus melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan pertambangan batu bara di kawasan hutan di provinsi seluas 3,7 juta hektar ini. Hal itu untuk memastikan apakah kegiatan pertambangan tersebut sudah mendapat izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Hal itu dikemukakan Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Kalsel Komisaris Besar Mahfud di Banjarmasin, Kamis.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Kalsel Hegar Wahyu Hidayat mengatakan, kehancuran lingkungan akibat kegiatan pertambangan menjadi bukti bahwa kebijakan lingkungan hidup pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama lima tahun ditambah 100 hari masih tertatih-tatih. Presiden tidak memiliki kebijakan yang tegas untuk menyelamatkan lingkungan. (BRO/FUL)***

Source : Kompas, Jumat, 29 Januari 2010 | 03:19 WIB

Ada 8 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

mozy-cozy @ Jumat, 29 Januari 2010 | 11:29 WIB
Pengalaman Belitung dulu yang pernah jadi primadona timah yang skrg mengalami kerusakan lingkungan..jgn sampai terjadi lagi dikaltim dan daerah lainnya..

mozy-cozy @ Jumat, 29 Januari 2010 | 11:24 WIB
Pengalaman Belitung dulu yg pernah jd primadona timah yg skrg mengalami kerusakan lingkungan..jgn sampai terjadi di kaltim dan daerah lainnya di indonesia..

asbun @ Jumat, 29 Januari 2010 | 10:19 WIB
Saya heran dengan Direks itu, kerjanya apa cuma bisa menyalahkan orang. Seharusnya lihat masalahnya diaturan atau pejabatnya. Ingat sekarang era otonomi.

sjachril m @ Jumat, 29 Januari 2010 | 08:36 WIB
harus dipertahankan sebagai hutan konservasi dan penelitian hutan tropis UNMUL DIWARISKAN bagi generasi mendatang, Pemprov harus segera memetakan dan mengawasi.

tomi eko @ Jumat, 29 Januari 2010 | 08:32 WIB
Saya mendukung langkah yg diambil gubernur kaltim,toh walaupun banyak dibuka tambang baru tapi hasil dari tambang itu hanya sedikit yg dirasakan eleh masyarakat

KASUS BATU BARA Gubernur Kalsel: Kami Tidak Berwenang

KASUS BATU BARA

Gubernur Kalsel: Kami Tidak Berwenang

BANJARMASIN - Setelah Gubernur Kalimantan Timur mengaku malu atas kerusakan lingkungan akibat pertambangan batu bara yang tak terkendali, Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Ariffin, Rabu (27/1), menyatakan, pemerintah provinsi tidak memiliki wewenang untuk menertibkan penambang perusak lingkungan. Hal yang dapat dilakukannya adalah sebatas koordinasi dengan pemerintah kabupaten.

Menurut Rudy, seandainya diberi wewenang untuk menata, ia pasti akan menertibkan masalah pertambangan. ”Yang kami bisa lakukan saat ini sebatas sifatnya koordinatif dengan pemerintahan kabupaten,” kata Rudy Ariffin.

Rudy mengakui, selama menjadi bupati di Kabupaten Banjar periode 2000-2005, ia telah mengeluarkan lima izin kuasa pertambangan (KP). ”Saya membatasi lima KP saja sesuai kelayakan teknis dan kondisi lingkungan bahwa daerah bisa ditambang. Kalau ada bupati yang mengeluarkan izin KP ratusan buah, bisa dipastikan banyak yang tidak layak tambang,” tuturnya.

Menurut catatan, saat ini di Kalimantan Selatan (Kalsel) terdapat 400-578 izin kuasa pertambangan dari pemerintah kabupaten dan 22 izin perjanjian kontrak karya pengusahaan batu bara yang dikeluarkan pemerintah pusat.

Rudy menjelaskan, hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila aturan tata ruang dan ketentuan peruntukan lahan ditaati. Dampak karut-marutnya penerbitan izin tambang batu bara adalah tumpang tindihnya lahan pertambangan dengan kawasan hutan. Repotnya, sebagian perusahaan batu bara yang beroperasi belum memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.

Aji Sofyan Alex, Ketua Komisi Bidang Keuangan dan Perekonomian DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), meminta Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak untuk tidak sekadar merasa malu terkait dengan keberadaan 1.108 izin kuasa pertambangan dari pemerintah kabupaten/kota dan 32 izin usaha pertambangan dari pemerintah pusat.

”Jangan sekadar merasa malu, tetapi mari beraksi dengan mencabut izin tambang yang merusak lingkungan dan tidak banyak membawa manfaat bagi masyarakat sekitar,” kata Aji Sofyan Alex, yang juga anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PDI Perjuangan di Samarinda.

Polisi turun tangan

Direktur Reserse dan Kriminal Kepolisian Daerah Kalsel Komisaris Besar Mahfud di Banjarmasin mengatakan, menyikapi pemberitaan Kompas dalam tiga hari terakhir, pihaknya menurunkan tim ke lapangan untuk menertibkan sejumlah pertambangan.

Manajer Teknik Tambang PT Jorong Barutama Greston (JBG) I Gede Widyada yang dihubungi di Asam-asam, Kabupaten Tanahlaut, Kalsel, mengakui, ada dua tambang milik PT JBG yang ditutup karena tidak memiliki izin pinjam pakai hutan dari Menteri Kehutanan. Menurut Widyada, masa berlaku izin yang dimilikinya habis pada Juli 2009 dan saat ini dalam proses perpanjangan. Perusahaan tetap melakukan penambangan karena mendapat surat rekomendasi dari Direktur Jenderal Pertambangan hingga Juli 2010. (BRO/FUL)***

Source : Kompas, Kamis, 28 Januari 2010 | 03:08 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

rakyat @ Kamis, 28 Januari 2010 | 07:46 WIB
awal "rakus", kemudian "malu" kemudian",tidak ada wewenang",kemudian "ijin ditambah" ,akirnya"ngak punya malu"(gubernur ngak punya wewenang))

Pemerintah Didesak Untuk Tertibkan Investasi yang Merusak Lingkungan

KESEJAHTERAAN

Tertibkan Investasi yang Merusak Lingkungan

MANADO - Pemerintah didesak menertibkan berbagai bentuk kegiatan, terutama arus investasi ke wilayah timur dan tengah Indonesia, yang telah merusak lingkungan dan budaya lokal serta memurukkan kesejahteraan masyarakat. Lebih dari enam dasawarsa, dua kawasan itu terus dijarah dan dirusak dengan berbagai produk kebijakan, program, dan kegiatan yang tidak melalui mekanisme kontrol masyarakat lokal.

Demikian isi resolusi dari Simposium Indonesia Timur dan Tengah yang berlangsung di Manado, Sulawesi Utara, sejak Rabu hingga Jumat (27-29/2). Resolusi yang disebut Resolusi Lotta ini ditujukan kepada pemerintah.

Semua jejaring yang mengikuti simposium serta Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika, terutama di 17 provinsi di kawasan timur dan tengah, bertekad mengawal resolusi ini. Resolusi ditandatangani pimpinan simposium, Tamrin Amal Tomagola dan Emmi Sehertian.

Tamrin menilai, ada banyak produk hukum dan perundang- undangan serta berbagai kebijakan yang secara nyata semakin meminggirkan, menghalangi, bahkan memurukkan tingkat kesejahteraan rakyat di dua kawasan ini. Agresi modal menyebabkan tanah, air, dan udara terus dijarah dan dirusak.

”Bahkan, tatanan asli kehidupan sosial yang beragam, struktur dan sistem pemerintahan tradisional, serta dunia spritual-religius lokal yang eksistensinya telah berabad-abad diporakporandakan oleh lembaga formal modern yang dipaksakan dari luar kawasan timur dan tengah,” kata Tamrin. (ren)***

Source : Kompas, Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:41 WIB

KASUS BATU BARA

Kuasa Pertambangan Segera Ditertibkan

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan segera menertibkan ribuan izin kuasa pertambangan yang telah diterbitkan pemerintah daerah dalam 10 tahun terakhir. Hal ini akan dilakukan setelah empat peraturan pemerintah turunan UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diberlakukan.

”Kami akan menertibkan perizinan kuasa pertambangan (KP),” kata Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Kementerian ESDM Bambang Setiawan, Jumat (29/1), seusai pelantikan pejabat eselon II Kementerian ESDM di Jakarta.

Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh menyatakan, secara formal hukum Menteri Kehutanan lebih tahu mana saja kegiatan penambangan di lokasi yang tidak diperkenankan. ”Kami tidak pro pada pelanggaran di lahan buat kawasan hutan. Masalah ini dibahas lintas sektoral,” ujarnya.

Bambang menambahkan, sejak UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) diberlakukan, pemda mulai melaporkan izin KP yang telah diterbitkan. ”Sebelum ada UU, KP yang tercatat di pusat hanya sekitar 2.000, sekarang naik jadi 8.400 KP,” kata Bambang.

Kini Kementerian ESDM mulai melaksanakan proses registrasi. Registrasi tidak akan diterbitkan jika KP terbukti melanggar aturan, misalnya tidak melaksanakan kegiatan eksplorasi dan tidak mengantongi sertifikat analisis dampak lingkungan. Jika ada tiga KP di satu lokasi, harus dipilih salah satu. ”Kami melakukan pendekatan persuasif, minta agar diperbaiki atau dicabut jika langgar aturan,” ujarnya.

”Dengan UU ini, karut-marut wajah pertambangan diharapkan bisa dibenahi, termasuk menertibkan kuasa pertambangan luas 20-50 hektar. Bagaimana bisa mengelola lingkungan kalau luas lahan sempit,” ujarnya. Dalam UU itu ada sanksi pidana bagi pengusaha dan pemberi izin KP, izin juga harus diberikan secara transparan dan melalui lelang.

Begitu 4 rancangan peraturan pemerintah sebagai penjabaran UU Minerba ditandatangani Presiden, semua aturan itu mulai diterapkan. ”Kami akan bersama-sama mengatasi penambangan ilegal, menginventarisasi daerah mana yang jadi prioritas, mana saja pemilik KP yang tidak bayar royalti,” katanya.

Dalam 10 tahun terakhir, sejak otonomi daerah, jumlah KP meningkat pesat, banyak di antaranya yang melanggar aturan, tumpang tindih dengan KP lain, merambah ke hutan konservasi. ”Ini masa sulit mengerem pemberian kuasa pertambangan,” ujar Bambang.

Normatif

Kepala Pusat Informasi Kehutanan pada Kementerian Kehutanan Masyhud MM yang dihubungi dari Banjarmasin, kemarin, memberi penjelasan normatif. ”Tidak boleh ada penambangan di kawasan hutan kalau tidak ada izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan,” ujarnya.

Kementerian Kehutanan, katanya, hanya mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan di Kalimantan untuk 149 perusahaan pertambangan dengan luas 338.626 hektar. Karena itu, jika ada kegiatan pertambangan dengan izin dari kepala daerah setempat berada di kawasan hutan, lebih-lebih di hutan lindung, bisa dipastikan ilegal.

Mashyud menjelaskan, dari 149 perusahaan tersebut, sebanyak 74 izin berada di Kaltim dengan luas hutan 224.604 hektar, Kalsel 53 izin dengan luas 66.105 hektar, Kalteng 15 izin dengan luas 35.426 hektar, dan Kalbar 7 izin seluas 12.492 hektar. ”Sebagian besar untuk pertambangan batu bara,” katanya.

Menurut Masyhud, ribuan izin yang dikeluarkan bupati/wali kota tersebut, apabila lahannya berada di kawasan hutan, harus mendapat izin pinjam pakai kawasan hutan. Jika tidak, kegiatan pertambangannya ilegal.

Masyhud juga menegaskan, telah terbentuk tim gabungan dari Kementerian Kehutanan, Komisi Pemberantasan Korupsi, kepolisian, dan kejaksaan untuk melakukan koordinasi menangani permasalahan pelanggaran hukum terkait pertambangan di Kalimantan. (FUL/BRO/EVY)***

Source : Kompas, Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:36 WIB

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

kampret @ Sabtu, 30 Januari 2010 | 08:16 WIB
Kalau menhut benar, berani engga menghentikan / moratorium perkebunan kelapa sawit milik negara lain di Kalimantan, Kalau dari segi luasan sawit jauh lebih luas

rakyat @ Sabtu, 30 Januari 2010 | 07:44 WIB
kadal- kadalan, setelah polemik baru ditertipkan(contoh penjara mewah), dari awal sudah tau bahwa itu penyimpangan, tidak ditindak(ditipu lagi rakyat)

Proyeksi Lahan Tercemar Terus Meningkat

Bekas Tambang Didiagnosis

Proyeksi Lahan Tercemar Terus Meningkat

JAKARTA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia memperoleh permintaan dari sejumlah pemerintah daerah yang memiliki tambang untuk didiagnosis kerusakan lahan bekas tambang ataupun terdampak tambang.

Hal ini terkait temuan teknologi beyonic oleh Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk pemulihan lahan tercemar atau rusak. ”Beberapa bupati menghubungi LIPI untuk itu. LIPI sekarang membuat klinik diagnostik untuk menerapkan teknologi beyonic,” kata Wakil Kepala LIPI Lukman Hakim, Jumat (29/1) di Jakarta.

Teknologi beyonic LIPI merupakan aplikasi mikrobiologi untuk mempekerjakan mikroba- mikroba di dalam tanah sesuai tujuan yang diharapkan, di antaranya dengan mereduksi kandungan berbagai jenis logam berat atau bahan pencemar di dalam tanah.

Metode ini diterapkan dengan terlebih dahulu merehabilitasi tingkat kesuburan dengan pupuk organik. Menurut Lukman, kelebihan aplikasi teknologi beyonic LIPI pada identifikasi kandungan pencemar dan menemukan solusi untuk mereduksinya. ”Teknologi beyonic ini diajukan LIPI menjadi bagian dari Program 100 Hari Kementerian Riset dan Teknologi,” kata Lukman.

Program lainnya, menurut Lukman, yaitu aplikasi radar pantai untuk kepentingan pertahanan dan keamanan, seperti pendeteksian kapal-kapal pencuri ikan dan sebagainya.

Aplikasi dari kedua program LIPI itu direncanakan Sabtu ini akan diresmikan Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata di Cibinong Science Center, Cibinong, Jawa Barat.

Proyeksi meningkat

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, proyeksi produksi tambang, terutama batu bara, akan terus meningkat.

Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI Suprapedi, kebijakan pemerintah di sektor pertambangan itu meningkatkan jumlah kerusakan lahan yang membutuhkan solusi penanganan dengan baik.

”Tidak semua lahan bekas tambang bisa langsung ditanami. Metode yang dikembangkan dengan teknologi beyonic akan setahap demi setahap mengetahui karakter tanah hingga dapat dimanfaatkan kembali untuk penanaman atau revegetasi,” kata Suprapedi.

Karakter industri pertambangan itu volantile, yaitu dapat berhenti kapan saja sehingga membutuhkan kesiapan teknologi untuk memulihkan kerusakan lahan yang ditimbulkan. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral per 30 Juni 2009 menunjukkan, luas lahan tambang yang dibuka masih aktif mencapai 27.831,47 hektar.

Luas areal tambang yang sudah selesai 29.104,77 hektar. Kemudian areal penimbunan berupa bekas tambang seluas 19.343,95 hektar dan lahan di luar bekas tambang 23.200,81 hektar.

Upaya reklamasi yang sudah ditempuh masih seluas 31.245,78 hektar berupa penanaman kembali dan terhitung pemanfaatan lain hanya 2.160,87 hektar.

Menurut Suprapedi, bekas tambang tidak semuanya mudah dipulihkan karena ada unsur yang meracuni tanaman. Inilah yang ingin ditangani dengan teknologi beyonic LIPI. (NAW)***

Source : Kompas, Sabtu, 30 Januari 2010 | 02:46 WIB

Kamis, 28 Januari 2010

Penjarahan Kayu Cenderung Marak di Indramayu

PEMBALAKAN LIAR INDRAMAYU

Pencurian Kayu Marak

INDRAMAYU - Selama tahun 2009 terjadi 19 kasus pencurian kayu di kawasan hutan milik Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Indramayu, Jawa Barat.

Kepala Administratur Perum Perhutani KPH Indramayu Budi Sohibudin, Rabu (27/1), menyebutkan, dari 19 kasus pencurian kayu selama 2009, terdapat 15 kasus yang telah diproses polisi dan 11 kasus telah divonis. Jumlah kasus itu lebih banyak daripada tahun 2008, yaitu 11 kasus dengan 10 kasus telah divonis.

Budi menjelaskan, pelaku tergiur mencuri dan menjual kayu jati untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, terutama pada musim paceklik dan musim hajatan. Kayu jati curian dijual Rp 20.000-Rp 50.000 per batang.

Pencurian kayu semakin dipermudah dengan bagusnya akses di sekitar hutan Indramayu, termasuk jalur Cikamurang-Sanca-Bantarwaru, yang menghubungkan Indramayu dengan Subang dan Sumedang. Pencuri umumnya menebang pohon pada petang hari dan menjelang fajar, lalu membawanya dengan sepeda, sepeda motor, atau mobil untuk dijual kepada penadah.

Komandan Regu Keamanan KPH Indramayu Utom Priatna menambahkan, pengawasan sudah ditingkatkan, termasuk melibatkan masyarakat desa yang peduli hutan. Namun, pencurian kayu tetap banyak muncul, terutama di empat lokasi, yaitu di Resor Pemangku Hutan (RPH) Cipondoh, Jati Mulya Selatan, Sanca, dan Cikamurang. (tht)***

Source : Kompas, Kamis, 28 Januari 2010 | 03:15 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

suraryo @ Kamis, 28 Januari 2010 | 10:27 WIB
Itu namanya petugasnya memble.

Selasa, 26 Januari 2010

Longsor Terjadi akibat Lingkungan di Dieng Rusak Parah

GOTONG-ROYONG MENCARI KORBAN - Ratusan warga bersama tim evakuasi bencana bergotong royong mencari korban yang tertimbun tanah longsor dari jalan Dieng-Wonosobo Kilometer 19 di Dusun Sidorejo Wonoaji, Desa Tieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Rabu (20/1). (Foto:Kompas/Madina Nusrat)***

Enam Orang Tertimbun

Longsor Terjadi akibat Lingkungan di Dieng Rusak Parah

WONOSOBO - Ruas jalan Dieng-Wonosobo Kilometer 19 longsor dan menimpa 11 rumah di Desa Tieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Rabu (20/1) pukul 11.30. Enam orang tertimbun longsoran. Hingga berita ini diturunkan, baru tiga korban dievakuasi.

Ketiga korban itu adalah Zaenudin (53) dan Samin (48), yang ditemukan dalam kondisi tewas, serta Muhroni (70), yang meninggal di Rumah Sakit Umum Setjonegoro, Wonosobo.

Dalam bencana yang terjadi di RT 04 RW 08, Dusun Sidorejo Wonoaji, itu, istri dan anak Samin, Wagisah (40) dan Samsu Romadon (25) serta Hartadi (17), masih tertimbun longsoran.

Selain itu, ada dua korban cedera kepala dan patah tulang dirawat di RSU Setjonegoro, yakni Saodah (35) dan Istiatun (3). Sepuluh korban lain dirawat di Puskesmas Kejajar, yakni Sahmadi, Asngari, Muharis, Muhtasin, Juariah, Bandiri, Tamil, Masno, Ali Nur Fitrian, dan Sikat.

Evakuasi korban langsung dipimpin Bupati Wonosobo Kholiq Arief bersama para pemimpin musyawarah daerah. Evakuasi dilaksanakan pukul 13.00-17.30. Evakuasi akan dilanjutkan pada hari Kamis ini pukul 06.30.

”Ada 33 keluarga yang kami ungsikan ke Balaidesa Tieng. Para korban tewas yang sudah dievakuasi langsung dimakamkan,” kata Kholiq. Menurut dia, 33 keluarga diungsikan karena rumahnya rusak berat dan rawan tertimpa longsoran susulan.

Tanah yang longsor menimbun rumah korban setinggi hampir 2 meter. Lokasi longsor dipenuhi ratusan warga yang ingin menonton dan separuh akses jalan dipadati motor warga.

Ada delapan titik longsor yang terjadi di ruas jalan Dieng-Wonosobo Kilometer 19, Rabu siang. Namun, hanya satu titik yang menimbulkan korban jiwa. Setahun lalu jalan itu juga longsor. Hingga kini baru dibangun jembatan bailey dari balok kayu.

Menurut warga, bencana terjadi di tengah hujan deras. Longsor dipicu oleh ambrolnya parit di tepi jalan. Longsoran mendorong tebing di bawahnya dengan kemiringan 75 derajat. Material tanah yang longsor menimpa permukiman warga.

Lingkungan rusak

Kholiq mengatakan, kerusakan alam Dieng cukup parah karena tak ada lagi pohon pengikat air dan tanah akibat meluasnya pertanian kentang.

Tiga tahun terakhir, kata Kholiq, Pemerintah Kabupaten Wonosobo membina 16 desa di Dieng untuk meningkatkan penghijauan. ”Ada delapan desa yang aktif melaksanakan penghijauan, tetapi hasilnya belum maksimal,” katanya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Tengah Jarot Nugroho di Kota Semarang, Rabu, mengatakan, Pemprov Jateng mengirimkan bantuan ke lokasi longsor di Wonosobo. Selain bantuan logistik, Pemprov Jateng juga akan membantu Rp 4 juta untuk rumah yang roboh dan santunan Rp 5 juta bagi keluarga korban yang meninggal.

”Kami mengimbau, masyarakat yang tinggal di daerah rawan longsor agar waspada. Jika curah hujan di atas 50 milimeter per jam, warga yang tinggal di daerah rawan longsor sebaiknya mengungsi,” kata Jarot.

Tempat pengungsian, menurut Jarot, seharusnya tersedia di setiap desa sehingga ketika sewaktu-waktu terjadi hujan lebat, warga dapat meninggalkan rumah ke tempat lebih aman.

Daerah-daerah perbukitan pada musim hujan harus diwaspadai, terutama jika terjadi hujan sore hari hingga tengah malam.

Beberapa daerah yang rawan longsor adalah Kabupaten Brebes (Kecamatan Bantarkawung), Tegal (Kecamatan Dawuhan), Purbalingga (Kecamatan Kejobong), Cilacap (Kecamatan Majeng, Sidareja, Wanareja), Karanganyar (Kecamatan Tawangmangu), Banjarnegara (Kecamatan Sijeruk), dan Wonosobo (Kecamatan Batur). (MDN/UTI)***

Source : Kompas, Kamis, 21 Januari 2010 | 04:04 WIB

Senin, 25 Januari 2010

Pendekar "Sabuk Hijau" Sungaibuntu, Kabupaten Karawang

TATA HUSEN. (Foto:Kompas/Mukhamad Kurniawan)***

Lurah Tata, "Sabuk Hijau" Sungaibuntu

Gelombang laut bagi sebagian warga pesisir utara Pulau Jawa serupa dengan musuh yang terus menggempur. Terjangannya merenggut tambak, bangunan, bahkan jalan. Kenyataan itu membuat Tata Husen miris. Dia pun tergerak untuk terus berjuang menahan laju abrasi.

Oleh Mukhamad Kurniawan

Usahanya menghijaukan kawasan pantai Desa Sungaibuntu, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, sejak tahun 2003 kini berbuah manis. Kawasan yang dulu sepi itu bahkan berevolusi menjadi obyek wisata pantai yang diminati pengunjung.

Setiap hari libur, seperti hari raya dan tahun baru, kawasan pantai Desa Sungaibuntu dikunjungi 1.500-2.000 orang. Pada akhir pekan mencapai ratusan orang. Selain itu, ada 32 warung yang buka pada Sabtu-Minggu dan ratusan pedagang dadakan pada hari libur nasional.

Warga desa merasakan dampak ekonomi dari perubahan itu. Pengelola tiket, petugas keamanan, penyedia jasa perahu, dan mayoritas pedagang di kawasan tersebut adalah warga dari sejumlah kampung di Desa Sungaibuntu.

Suasana itu sangat kontras jika dibandingkan dengan sebelum tahun 2003. Ketika itu, jalan menuju kawasan pantai rusak, tambak-tambak gersang, dan tidak ada rumah makan atau warung masakan laut di tepi pantai. Daratan terus digempur ombak dan sebagian telah lenyap tergerus.

”Enam tahun lalu belum ada ’kehidupan’ di sini, jarang ada orang yang sengaja datang kecuali para pemilik dan buruh tambak,” ujar Lurah Tata, panggilan Tata Husen.

Ketika itu orang lebih suka datang ke Pantai Pisangan di Kecamatan Cibuaya (sekitar tiga kilometer arah barat Desa Sungaibuntu), Pantai Tanjung Baru di Kecamatan Cilamaya Kulon (17 kilometer arah timur dari Sungaibuntu), atau ke Pantai Tanjung Pakis di Kecamatan Pakisjaya (30 kilometer dari Sungaibuntu).

Tanam pohon

Usaha Tata membangun kawasan pantai dimulai dengan menanam pohon bakau, api-api, dan ketapang. Dia yakin deretan pohon yang tumbuh mengakar akan menjadi benteng penahan abrasi yang tangguh. Pepohonan itu juga menjadi habitat alami bagi beraneka biota air payau, menjadi penahan angin laut, serta peneduh dari terik matahari.

Akan tetapi, tidak mudah bagi Tata mewujudkan hal itu. Salah satu kesulitannya adalah tidak tersedianya bibit pohon. Kawasan pantai di sekitar Sungaibuntu umumnya tidak memiliki ”sabuk hijau”.

Tata pun harus berjalan kaki 3-5 kilometer ke timur atau barat menyusuri pantai untuk mengumpulkan bibit. Dia memungut setiap biji yang jatuh dan telah tumbuh menjadi tunas atau anakan pohon yang muncul di dekat induknya.

Calon-calon bibit itu kemudian dia rawat dalam pot-pot plastik. Dia juga menyediakan lahan khusus untuk pembibitan yang aman dari gelombang laut. Setelah berusia 2-3 bulan, Tata memindahkan bibit-bibit pohon tersebut ke tepi laut.

Segenap usaha itu lebih banyak dia jalani sendiri. Sebab, meski telah lima tahun menjabat sebagai Kepala Desa Sungaibuntu (ketika itu tahun 2003), Tata kesulitan menggalang dukungan dari warganya. Warga umumnya abai dengan hal itu. Hanya beberapa orang yang secara sukarela membantunya mengumpulkan dan menanam bibit pohon.

”Saya merasa butuh ribuan bibit karena tingkat keberhasilan tumbuhnya rendah. Namun, karena sulit mengumpulkan bibit dalam jumlah besar, saya membayar siapa saja yang datang ke sini membawa anakan pohon, ketika itu Rp 200 per bibit,” ujarnya.

Menurut Tata, hanya sekitar 60 persen bibit yang tumbuh dengan baik hingga usia 2-3 bulan. Setelah dipindahkan ke lokasi penanaman di tepi pantai, lebih dari separuh bibit mati karena tergerus gelombang atau tidak tahan dengan perubahan cuaca.

Tata memutar otak untuk menyiasatinya. Dia, antara lain, menggunakan pot plastik dan bambu untuk pembibitan, mengatur jarak tanam, dan mengikat 3-5 bibit sekaligus di satu titik penanaman. Usaha otodidak ini relatif lebih berhasil ketimbang cara-cara sebelumnya.

Tata merasa usahanya menghijaukan kawasan pantai belum selesai karena baru sekitar satu kilometer panjang pantai yang berhasil ditanami. Belasan ribu bibit telah mati dan karena itu dia merasa perlu terus menambah cadangan bibit pohon.

Beberapa tahun terakhir, Desa Sungaibuntu mendapat bantuan bibit dari sejumlah perusahaan besar di Karawang. Koleksi bibit pun meningkat. Kini Tata mempersilakan warganya mengambil bibit secara gratis untuk ditanam di tambak atau di pekarangan rumah mereka masing-masing.

Wisata

Tata juga membangun kawasan itu dengan mendirikan warung makan dan mempercantik pantai. Pada tahap awal dia membangun empat warung minuman dan makanan ringan serta masakan khas laut, seperti ikan, udang, dan cumi bakar. Hasil tangkapan nelayan itu dibeli dari tempat pelelangan ikan desa setempat.

Usaha itu ternyata menarik minat pengunjung. Pada tahun-tahun selanjutnya warga mulai membangun warung. Jumlah warung terus meningkat seiring bertambahnya jumlah pengunjung, terutama pada musim libur. Warga pun sepakat mengelola kawasan dan menamainya Pantai Samudera Baru.

Obyek wisata Pantai Samudera Baru dikelola sendiri oleh desa dan Tata Husen sebagai ketua. Belasan pemuda desa pun membantu mengelola tiket masuk, parkir, retribusi pedagang, dan keamanan. Jumlah warga yang terlibat pengelolaan lebih banyak pada hari libur.

Tata menambahkan, pengelola mematok tarif masuk Rp 5.000 per orang. Pendapatan dari usaha itu dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur wisata, seperti meningkatkan kualitas jalan di tepi pantai, membangun panggung hiburan, fasilitas kamar mandi, dan menghijaukan kawasan.

Selain itu, sebagian pendapatan disetor sebagai pendapatan asli daerah. Tahun 2008 jumlahnya Rp 8 juta. Namun, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang mencatat pendapatan dari Pantai Samudera Baru relatif stabil daripada Pantai Tanjung Baru atau Pantai Pisangan.

Pantai Tanjung Baru dan Pisangan bahkan cenderung tak terurus karena tarik ulur pengelolaan antara pemerintah desa, investor, dan pemerintah kabupaten. Selain sebagian fasilitasnya mangkrak, kawasan pantai juga semakin tergerus abrasi, seperti terjadi di sebagian pesisir utara Karawang lainnya.

Usaha Tata belum berakhir. Belasan ribu bibit yang dia tanam memang telah mati, tetapi itu tidak menyurutkan niatnya menghijaukan sekaligus menghidupkan kawasan pantai.

Source : Kompas, Jumat, 22 Januari 2010 | 05:45 WIB

Ada 2 Komentar Untuk Artikel Ini. Posting komentar Anda

Bumi @ Jumat, 22 Januari 2010 | 15:18 WIB
Jempol buat Pal Lurah , saya salut masih ada lurah yang perhatikan lingkungan dari pada tanan bengkok, jangan putus asa pak Lurah, hubungi Disbun/pertanian

Sausan Yusria @ Jumat, 22 Januari 2010 | 09:49 WIB
Oke sekali. Kami mendukung upaya dan kerja kerasmu, Pak Lurah. Semoga ada lurah-lurah lain yang inovatif dan kreatif sepertimu. Aku doakan untuk kesuksesanmu.

Senin, 18 Januari 2010

Macan Tutul Jawa Tertangkap Kamera TNGHS

MACAN TUTUL

Macan tutul jawa baru-baru ini terekam oleh kamera pengintai yang dipasang tim pemantau populasi macan tutul jawa Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. (Foto:Dokumentasi Balai TNGHS)***

SATWA LANGKA

Macan Tutul Jawa Tertangkap Kamera TNGHS

BOGOR - Dua ekor macan tutul jawa (Panthera padus melas) dewasa tertangkap kamera yang dipasang tim pemantau macan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Hasil cetak foto dari kamera tersebut juga mengungkap jalur jelajah satwa langka tersebut dilintasi oleh manusia.

”Untuk mengetahui populasi dan penyebaran macan tutul jawa, kami melakukan monitoring dengan memasang kamera pengintai (camera trap) pada 17 Desember 2009 hingga 5 Januari 2010. Hasilnya, antara lain, dua ekor macan tutul jawa dewasa terfoto oleh kamera itu,” kata Kepala Balai TNGHS Bambang Supriyanto di Bogor, Sabtu (16/1).

Lokasi pemantauan macan di lakukan di dua titik di kawasan resor Gunung Kendeng sekitar 1.165 meter di atas permukaan laut dan 1.011 di atas permukaan laut. Metode yang dipakai adalah pemasangan kamera pengintai serta pengamatan langsung terhadap tanda berupa bekas cakaran (marking), jejak tapak kaki (footprint), kotoran (faeces), dan identifikasi jenis pakan.

Selain memastikan keberadaan dua ekor macan dewasa itu, hasil pemantauan juga menunjukkan ketersediaan pakan bagi macan mencukupi.

Bekas cakaran dan jejak tapak kaki yang ditemukan di areal pemantauan menunjukkan kawasan itu memang kawasan jelajah dan teritorial macan tutul jawa.

Dari kotorannya yang ditemukan jelas sekali bahwa satwa itu memangsa babi, musang, dan primata.

”Kawasan TNGHS memang habitat terbaik bagi macan jawa. Satwa ini pemangsa puncak pada rantai makanan di kawasan hutan TNGHS. Mereka mengendalikan hama babi dan musang di hutan taman nasional sehingga tidak menjadi hama bagi petani yang bertani atau berkebun di sekitar kawasan,” ujar Bambang.

Kawasan TNGHS terletak di Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Lebak seluas 113,357 hektar. Saat ini populasi macan tutul jawa berkisar 41-45 ekor. (RTS)

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 03:13 WIB

Ombak Besar di Sunda Kelapa

Ombak Besar di Sunda Kelapa

Ombak besar menghantam pemecah gelombang di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Minggu (17/1). Gelombang tinggi tersebut terjadi seiring dengan angin kencang yang kerap menerpa Jakarta akhir-akhir ini. (Foto:Kompas/Wisnu Widiantoro)***

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010

Drainase Gambut Hambat Reduksi 26 Persen Emisi

PERUBAHAN IKLIM

Drainase Gambut Hambat Reduksi 26 Persen Emisi

JAKARTA - Sistem drainase untuk pengeringan lahan-lahan gambut berpotensi menghambat pencapaian target reduksi 26 persen emisi yang dicanangkan pemerintah. Pemerintah perlu didorong menghentikan laju pengeringan lahan gambut karena setiap penurunan satu meter air gambut berpotensi melepas emisi 93 ton karbon dioksida per hektar per tahun.

”Reduksi emisi dengan penanaman satu miliar pohon pun tetap defisit jika drainase lahan gambut tidak dihentikan,” kata Direktur Wetlands International Indonesia I Nyoman N Suryadiputra, Jumat (15/1) di Jakarta.

Nyoman mengatakan, drainase lahan gambut di lokasi eksproyek lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah hingga sekarang berupa kanal-kanal mencapai 4.500 kilometer. Jika hitungan luas lahan gambut sejuta hektar, penurunan air satu meter menyebabkan potensi pelepasan emisi 93 juta ton karbon dioksida per tahun.

Mengenai lokasi gambut lainnya yang masih dikuras airnya, menurut Nyoman, juga terdapat di Riau. Luasnya mencapai 4,5 juta hektar dengan sistem drainase yang diperkirakan lebih panjang dibandingkan drainase di Kalimantan Tengah.

Indonesia diperkirakan memiliki 21 juta hektar lahan gambut. Luas lahan gambut itu meliputi 7,2 juta hektar di Sumatera, 5,8 juta hektar di Kalimantan, dan 8 juta hektar di Papua yang dikategorikan paling dangkal. (NAW)***

Source : Kompas, Senin, 18 Januari 2010 | 02:41 WIB

 

TRANSLATE/TERJEMAH BAHASA

My Blog List

Site Info

Followers

LINGKUNGAN GLOBAL Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template