YANG HOT KLIK DI SINI

Kamis, 21 Oktober 2010

Anggaran KLH Naik 100 Persen

LINGKUNGAN HIDUP

Anggaran KLH Naik 100 Persen

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup mengajukan anggaran tahun 2011 senilai Rp 854,32 miliar dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (20/9). Jumlah itu naik lebih dari 100 persen dari anggaran pada 2010 sebesar Rp 419 miliar. Hingga September, penyerapan anggaran Kementerian Lingkungan Hidup baru 60 persen.

Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Arief Yuwono, seusai rapat tertutup dengan Komisi VII, menjelaskan, kenaikan anggaran Rp 854,32 miliar diperlukan agar KLH mampu menjalankan kewenangan yang ada di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

”Kenaikan anggaran, antara lain, akan dipakai menambah jumlah dan kapasitas penyidik pegawai negeri sipil KLH dan menyusun 12 peraturan pemerintah. Dengan inisiatif itu, pengarusutamaan lingkungan hidup dalam pembangunan akan nyata,” katanya. Dalam anggaran Rp 854,32 miliar itu, anggaran bagi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) ada Rp 35 miliar.

Pengarusutamaan gagal

Anggota Komisi VII DPR, Dewi Aryani Hilman, seusai pembahasan itu menyatakan, rencana anggaran KLH gagal mengarusutamakan isu lingkungan hidup dalam pembangunan nasional.

”Rencana kerja yang diajukan masih rutin, pengelolaan lingkungan dengan cara selalu sama. Tidak ada cetak biru pengelolaan lingkungan sehingga keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup tetap sulit diukur,” kata Dewi.

”Pengelolaan sampah, misalnya, hanya Rp 3,5 miliar. Itu menunjukkan persoalan sampah belum dianggap isu strategis. Tak ada usulan sampah perkotaan menjadi energi, misalnya. Terobosan seperti itu dibutuhkan. Anggaran KLH layak naik 10 kali lipat sekalipun karena lingkungan soal penting. Namun, KLH tak mengusulkan terobosan untuk menuntaskan persoalan lingkungan,” kata Dewi.

Ia menilai, pengarusutamaan lingkungan yang sering dinyatakan pemerintah belum mewujud. ”Itu karena KLH tak gigih memperjuangkan isu lingkungan menjadi isu penting menghadapi isu sektor lainnya. Persepsi publik tentang sebuah persoalan sangat ditentukan upaya pemangku kepentingan menunjukkan pentingnya persoalan itu dan KLH gagal menempatkan isu lingkungan sebagai isu strategis,” ujar Dewi. (ROW)***

Source : Kompas, Rabu, 22 September 2010 | 02:53 WIB

200-an Hektar Kawasan Cirebon Rusak

LINGKUNGAN

200-an Hektar Kawasan Cirebon Rusak

CIREBON - Setidaknya 200 hektar kawasan karst Cirebon timur rusak parah karena penggalian pasir. Kerusakan alam ini berakibat pada menyusutnya mata air dan ancaman longsor di daerah sekitar.

Kawasan karst yang rusak itu terdapat di Maneungteung, Kecamatan Waled; Ciuyah, Kecamatan Pasaleman; dan Gemulung Tonggoh, Kecamatan Greged. Sebagian kawasan itu hingga Selasa (21/9) masih gersang dan belum selesai direklamasi. Bahkan ada yang masih digali secara manual.

Upri Embreng, Koordinator Petakala Grage Cirebon, mengatakan, efek yang ditimbulkan dari kerusakan kawasan itu mulai terasa. Debit mata air Maneungteung, misalnya, mulai berkurang sejak pohon-pohon kawasan itu ditebangi dan pasirnya dikeruk. "Kini air tidak sebanyak dulu," kata Upri.

Longsor juga mengancam daerah-daerah karst tersebut. Meski kecil, longsoran di Maneungteung sempat membuat saluran air di bawahnya mampet. Kini bukit yang tak lagi berpohon itu retak sekitar 20 meter membujur. "Kami khawatir retakan ini akan menimbulkan longsoran bila hujan. Sekarang ini hujan turun hampir setiap hari," ujar Deddy Madjmoe, aktivis lain.

Jika Maneungteung dikhawatirkan longsor, penggalian pasir di Ciuyah diduga mengakibatkan sedimentasi pada Sungai Cisanggarung dan Ciberes. Praktik pencucian pasir di kedua sungai itu masih berlangsung hingga kini.

Para aktivis lingkungan meminta pemerintah menindak tegas penggali pasir ilegal dan segera memulihkan lahan. "Lahan tidak bisa ditunggu pemulihannya. Kalau terus menunggu, khawatir kerusakan yang ditimbulkan kian parah. Sekarang saja dalam waktu lima tahun masyarakat mulai merasakan kekeringan saat kemarau," kata Deddy. Menanam pohon

Meski usaha konservasi lahan yang mereka lakukan pada Minggu (19/9) dibubarkan polisi, para aktivis menyatakan tidak akan mundur untuk menghijaukan lahan. Ke depan, menurut Upri, aktivis justru akan mengajak penegak hukum ikut menanam pohon agar area yang bisa dikonservasi lebih luas.

Mengenai Maneungteung, Bupati Cirebon Dedi Supardi sebelumnya mengakui bahwa penggalian pasir ilegal tak diperbolehkan lagi. Konservasi pun akan segera dilakukan, menunggu proses hukum selesai. (NIT) ***

Source : Kompas, Rabu, 22 September 2010 | 17:43 WIB

Pasca Kebocoran Minyak Mentah di Indramayu


REISA KARTIKASARI, Puteri Indonesia Lingkungan Hidup 2010

REISA KARTIKASARI

Masih Semrawut

REISA KARTIKASARI. (KOMPAS/ IDHA SARASWATI WAHYU SEJATI)***

Memulai langkahnya sebagai Puteri Indonesia Lingkungan Hidup 2010, Reisa Kartikasari (24) kembali ke kampung halamannya di Yogyakarta.

Sebagai warga Yogyakarta, Reisa yang telah bergelar dokter ini mengaku bangga bisa menjadi wakil kota pelajar itu di ajang pemilihan Puteri Indonesia.

”Saya bangga sekali bisa mengenalkan Yogyakarta. Saat ngobrol dengan Ximena (Miss Universe 2010 asal Meksiko), dia bilang bahwa di negaranya, Yogyakarta memang dikenal sebagai daerah tujuan wisata,” ujarnya, Selasa (12/10).

Reisa yang tinggal di Yogyakarta dan kerap warawiri antara Kotagede dan Gondokusuman ini mengatakan, Yogyakarta dikenal karena kekayaan budayanya. Kekayaan budaya ini bisa menjadi modal untuk menjadikan Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata dunia.

Meski begitu, ia melihat banyak hal yang harus dibenahi. ”Kalau sekarang sepertinya masih semrawut. Banyak tempat yang harus dibersihkan dan dirapikan,” ujar putri yang sedang menempuh pendidikan master pada salah satu perguruan tinggi negeri ini.

Ayo dong, Reisa kan Puteri Indonesia Lingkungan Hidup, jadi bisa memelopori dan mengajak warga Kota Gudeg itu untuk membersihkan dan merapikan kotanya. (ARA/LOK)***

Source : Kompas, Senin, 18 Oktober 2010 | 05:13 WIB

Setiap Orang Bisa Berbuat bagi Bumi

GREEN FESTIVAL

Setiap Orang Bisa Berbuat bagi Bumi

JAKARTA - Green Initiative Forum akan menyelenggarakan Green Festival 2010 di Parkir Timur Senayan, Jakarta, 5-7 November 2010. Festival bertajuk ”Solusiku untuk Bumi” akan menyediakan berbagai informasi dan pengetahuan praktis bagi setiap orang untuk ikut mencegah pemanasan global dan perubahan iklim.

Ketua Pelaksana Program Green Festival 2010 Nugroho F Yudho mengatakan, program yang digagas kemitraan enam perusahaan swasta itu bertujuan menyadarkan bahwa setiap orang berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Itu berarti, setiap orang juga bisa berkontribusi untuk mengurangi penyebab pemanasan global dan perubahan iklim.

”Kita ingin menjadi bagian dari solusi. Dalam pameran itu, kami akan menyajikan pengetahuan praktis tentang apa yang bisa dilakukan dalam aktivitas kantor ataupun rumah tangga agar aktivitas setiap orang menjadi lebih ramah lingkungan,” kata Nugroho di Jakarta, Selasa (19/10).

Nugroho mencontohkan, tidak semua orang menyadari bahwa lemari pendingin yang penuh berisi barang lebih hemat energi dibandingkan dengan lemari pendingin yang kosong. Juga tidak semua orang menyadari bahwa televisi layar datar (liquid crystal display/LCD) lebih hemat energi dibandingkan televisi tabung konvensional.

”Perkantoran juga tak menyadari bahwa menggunakan laptop mengonsumsi listrik 80 persen lebih hemat dibandingkan satu unit desktop. Jika sebuah kantor mengganti 1.000 desktop-nya dengan 1.000 laptop, berapa penghematan yang bisa terjadi. Kami bukan mengajak orang kembali ke zaman batu. Namun, pengetahuan dan teknologi memungkinkan kita hidup modern sekaligus ramah lingkungan,” kata Nugroho.

Green Festival 2010 yang berlangsung di tempat terbuka itu diharapkan memberikan pengalaman langsung bagi setiap pengunjung tentang apa dampak dari setiap perilaku sehari-hari mereka. Setiap pengunjung tidak akan dipungut biaya.

”Namun, semua informasi dan panduan gaya hidup ramah lingkungan hanya tersedia dalam perangkat lunak. Demi menumbuhkan kesadaran untuk berhemat kertas, semua informasi tidak akan dicetak. Semua orang diharapkan membawa kartu memori atau flashdisk masing-masing,” kata Nugroho.

Duta Besar PBB untuk Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 1993-1997 Erna Witoelar mengatakan, setiap orang bisa ikut mencegah semakin parahnya perubahan iklim dan pemanasan global.

”Dengan cara menghemat air, menghemat energi, juga hemat kertas. Menghemat tisu saja sudah menyelamatkan bumi dan menghemat pengeluaran sendiri,” kata Erna dalam kesempatan sama. (ROW)***

Source : Kompas, Rabu, 20 Oktober 2010 | 04:59 WIB

Ada 5 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • budi suprayogi

Rabu, 20 Oktober 2010 | 21:43 WIB

Event akan terjadi bila ada 'do it' dan duit. Jadi sdh selayaknya penyelenggara yg sdh bekerja dpt jerih payah dari usahanya. Sponsor selaku penyandang dananya dapat imbalan dari branding / promosi produknya. Simbiosis. Kampanyekan terus Go Green.

Balas tanggapan

  • Sahat Marojahan Doloksaribu

Rabu, 20 Oktober 2010 | 15:54 WIB

Kamuflase hijau namanya, mau menyelamatkan bumi dengan pertumbuhan konsumsi yang besar dan mendorong konsumsi yang lebih jauh. Kampanye hijau seperti ini adalah bagian dari strategi industri yang kapitalistik, termasuk mengkapitalisasi persoalan bumi. Cara yang lebih benar tentu mengkonsumsi sesuai kebutuhan dasar. S.M.Doloksaribu, LPPMPB-UKI, Jakarta

Balas tanggapan

  • herman syahara

Rabu, 20 Oktober 2010 | 10:31 WIB

Anda benar Bung Greg, namun tanpa acara seperti ini, siapa yang akan mengkampanyekan pelestarian lingkungan? Bumi kita pasti akan lebih cepat lumat karena tidak ada orang yang ngeh atau sadar untuk menerapkan gaya hidup hemat energi atau bersahabat dengan alam...Paling tidak, mulai hari ini saya akan menyarankan teman-teman untuk membeli kulkas kecil satu pintu saja agar mampu mengisinya dengan penuh...hehehe

Balas tanggapan

  • Gregorious Aris Buntarman

Rabu, 20 Oktober 2010 | 06:13 WIB

Saya sudah bosan dgn kegiatan spt ini karena hanya digunakan sebagai topeng mencari sisa hasil usaha dan company branding dan promosi produk.

Balas tanggapan

  • Reza Hardiansyah

Rabu, 20 Oktober 2010 | 15:43 WIB

yang jelas kan sudah melalukan sesuatu untuk bumi kita, daripada hanya berdiam diri dan bisanya hanya menghina usaha orang lain itu sama saja dengan OMONG KOSONG

Balas tanggapan

Bangunan Bantaran Sungai Cisadane Tetap Ditertibkan

PENATAAN LINGKUNGAN

Bangunan Bantaran Sungai Cisadane Tetap Ditertibkan

TANGERANG - Pemerintah Kota Tangerang tetap akan menertibkan bangunan yang berdiri di atas garis sempadan sungai 20 meter sepanjang bantaran Sungai Cisadane, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang. Penertiban yang belum jelas kepastian waktu pelaksanaannya itu mengacu pada peraturan daerah, peraturan menteri pekerjaan umum, peraturan pemerintah, dan undang-undang.

”Tidak mungkin usulan Forum Masyarakat Kampung Benteng (FMKB) tentang penataan ulang GSS (garis sempadan sungai) bantaran Sungai Cisadane dari 20 meter menjadi 10 meter dilaksanakan. Ini jelas melanggar aturan,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang Maryoris Namaga di Tangerang, Senin (18/10).

Menurut Maryoris, usulan penataan kepada Pemkot adalah salah sasaran. ”Seharusnya FMKB mengusulkan itu ke DPR RI selaku yang menetapkan undang-undang. Perda dibuat mengacu pada payung hukum yang ada di atasnya,” kata Maryoris.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkot Tangerang Dadang Durachman mengatakan, penetapan daerah sepanjang GSS 20 meter kawasan bantaran Sungai Cisadane harus bebas dari bangunan ditetapkan dalam Perda Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 1994 tentang GSS. Perda itu mengacu pada aturan di atasnya, yakni Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 63/KPR/1993 tentang GSS, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Batas Sungai.

Payung hukum di atas Permen PU tersebut, lanjut Dadang, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, aturan lainnya adalah UU Nomor 11 Tahun 1971 tentang Pengairan.

Mengacu pada UU, tambah Maryoris, Pemkot Tangerang tidak berani mengubah perda sebelum UU, PP, dan Permen PU tersebut diubah dulu.

Seperti diberitakan, Jumat (15/10), FMKB mendatangi Komisi 1 DPRD Kota Tangerang meminta agar Pemkot tidak menertibkan warga yang tinggal di bantaran sungai di Neglasari. Warga juga mengusulkan penataan ulang kawasan tersebut dengan GSS 10 meter dari bibir sungai. Jika GSS tetap 20 meter, berarti sebanyak 1.400 jiwa atau 350 kepala keluarga dari Kampung Kokun, Tangga Asem, dan Sewan Lebak Wangi yang mendiami tempat itu selama di atas 20 tahun terancam kehilangan tempat tinggal. Jika GSS hanya 10 meter, hanya 55 kepala keluarga yang akan tergusur dari bantaran sungai itu (Kompas, 16/10).

Rumah susun

Menanggapi kecemasan 1.400 warga yang terancam tidak memiliki tempat tinggal jika Perda GSS 20 meter tetap diberlakukan, Maryoris mengatakan, Pemkot Tangerang telah menawarkan solusi pengganti tempat tinggal warga dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun itu akan bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi.

”Solusi rumah susun sempat ditawarkan kepada warga, tetapi mereka tidak mau. Mereka mau tetap tinggal di lahan itu,” kata Maryoris.

Warga juga mau pindah dari tempat itu, lanjut Maryoris, asalkan Pemkot memberikan ganti rugi.

”Jelas, Pemkot tidak mungkin memberikan ganti rugi kepada warga. Tidak ada payung hukum yang memperbolehkan Pemkot memberikan ganti rugi kepada warga yang mendiami di atas lahan negara,” papar Maryoris yang melanjutkan, Pemkot akan melanggar aturan apabila memberikan biaya ganti rugi kepada warga yang menempati lahan negara. (PIN)***

Source : Kompas, Selasa, 19 Oktober 2010 | 04:18 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • totok pratopo

Selasa, 19 Oktober 2010 | 06:05 WIB

Fenomena permukiman ilegal di bantaran sungai seperti penyakit kanker, lama terjadi tetapi tidak pernah ada antisipasi dari pemerintah (Dept.PU-Dir.SDA, dan instansi pengairan tk pemda). Solusi konkrit tetap harus dicari, karena ini menyangkut masalah yg berdampak kawasan sangat serius Hanya menghadapi masyarakat tidak bisa seperti membuang kanker dari tubuh. Mereka bukan sekedar kumpulan orang dan rumah-rumah. Mereka sudah menjadi komunity, punya ikatan kekeluargaan, pranata sosial, sejarah dan budaya lokal, sehingga pendekatannya harus menyeluruh. Pendekatan hanya dengan perangkat UU, Perda tidak cukup. Ajak bicara diskusi sebagaimana bapak memperlakukan anak. Berikan pemahaman dan pilihan yang merdeka. salam totok pratopo aktivis Kali Code Yogya

Balas tanggapan

 

TRANSLATE/TERJEMAH BAHASA

My Blog List

Site Info

Followers

LINGKUNGAN GLOBAL Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template