LAPORAN KHUSUS - Kamis 16 September 2010 | 00:20
SAAT ini gagasan untuk me-nol-kan kantong plastik di masyarakt, seringkali terdengar dan diserukan oleh banyak pihak dengan 1.001 alasan. Gagasan tersebut pada akhirnya akan memunculkan pertanyaan, benarkah kantong plastik memang harus dihilangkan dari peredaran? Lalu, kantong jenis apa yang seharusnya digunakan untuk menggantikan kantong plastik?
Sebagian besar orang memang masih menjadikan plastik sebagai bahan kemasan favorit karena keistimewaan yang dimiliki plastik dan tidak ada pada bahan kemasan lain. Keistimewaan plastik selain memerlukan energi yang lebih hemat, plastik juga memiliki bobot yang ringan, praktis, dan tidak mudah pecah hingga menyebabkan tidak akan pernah bisa terlepas dari plastik. Diperlukan upaya yang sangat smart dan elegan untuk mengatasi hal ini yang tentunya berkaitan dengan masalah lingkungan, social-ekonomi, sekaligus edukasi masyarakat.
InSWA atau Indonesia Solid Waste Assosiation, yang berdiri pada tahun 2003 dan sebagai wadah asosiasi yang menangani khusus pengelolaan sampah di Indonesia mengungkapkan perlunya bagi setiap unsur masyarakat untuk mendukung pengelolaan dan penggunaan plastik ramah lingkungan.
Persoalan persampahan di Indonesia merupakan sebuah fenomena nasional yang memerlukan perhatian khusus untuk menemukan solusi terbaik menyangkut bagaimana melakukan pengelolaan, pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang.
“Hasil kajian ilmiah menunjukkan bahwa untuk menangani pengelolaan sampah harus ditinjau dari lima aspek penting, yakni aspek hukum, aspek kelembagaan, aspek pendanaan, aspek sosial budaya, dan aspek teknologi,” ujar Ketua Umum InSWA Ir Sri Bebassari, MSi saat ditemui Pelita di Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Saat bulan Ramadhan, tentu ada Pasar Ramadhan yang meninggalkan sampah. Boleh saja berjualan, tetapi mereka harus menjaga kebersihan dan menyediakan tempat sampah buat penjual sendiri, dan juga buat pengunjung sendiri. Ini peraturan bukan dari aspek teknologi,” kata Sri Bebassari.
Dia mengatakan, “Sebelum Lebaran atau H-3 Jakarta mengalami penurunan jumlah sampah dikarenakan banyak warga yang mudik, peningkatan sampah hanya terjadi pada saat hari Lebaran pertama”.
Menurutnya, 100 persen manusia di dunia menghasilkan sampah, tapi hanya 1 persen yang peduli tentang pengelolaan sampah. Tidak seorangpun yang bersedia ketempatan sampah, meskipun hasil buangan dari dirinya sendiri (not in my back yard).
Angka 100 persen dan 1 persen ini berdasarkan, ketika dirinya bertemu dengan Kepala Kebersihan Tokyo yang juga seorang insinyur pembuat kereta api bawah tanah di Tokyo pada tahun 1984. “Bu jangan putus asa karena pekerjaan ini tidak mudah. Mudah-mudahan kita menjadi orang pilihan dan bisa masuk surga. Mengatasi kebersihan sampah lebih sulit daripada membuat kereta api,” ucap Sri menirukan ucapan Kepala Kebersihan Tokyo tersebut.
Sri mengatakan, untuk aspek hukum, UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 15 berbunyi, “produsen wajib mengelola kemasan dan atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam”.
Menurut wanita yang juga pernah bekerja di Bank Dunia pada tahun 2005 ini, di Jepang UU tentang sampah sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan sudah bercabang bahasannya, sementara di Indonesia baru berjalan dua tahun. Tak hanya itu saja, untuk membahas urusan UU sampah, 16 menteri di Jepang ikut membahas masalah tersebut.
“Di Singapura untuk menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah sangat disertai dengan fasilitas. Kalau ada fasilitas tentunya orang tidak mau buang sampah sembarangan,” ungkapnya.
“Data statistik persampahan domestik Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup 2008, menyebutkan jenis sampah plastik sebesar 5,4 juta ton/tahun. Jumlah ini mengalami peningkatan dan mampu menggeser posisi sampah kertas dengan jumlah 3,6 juta ton/tahun,” jelasnya.
Menurutnya, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk , laju penggunaan plastik pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan kemasan plastik meningkat 10 hingga 13 persen per tahun.
“Berdasarkan studi yang dilakukan oleh PIRA International (The Worldwide Authorithy on Packaging, Paper, Print Industry Supply Chain) pasar kemasan dunia akan ‘dipimpin’ oleh plastik, sedangkan pamor kertas dan aluminium foil sebagai bahan kemasan akan mengalami penurunan,” kata Sri yang pernah bekerja di BPPT ini.
Sebuah penelitian di Amerika juga menemukan fakta bahwa satu keluarga yang terdiri dari empat anggota keluarga, dalam setahun bisa menghabiskan kantong plastik sebanyak 1.460 buah. Menurut kajian peneliti InSWA, setiap hari rata-rata orang Indonesia menghasilkan sampah 0,5 Kg dan 13 persen di antaranya adalah sampah plastik.
“Untuk mendukung mengatasi masalah sampah kami melakukan salah satu ide bijak dan cerdas dengan menggunakan plastik yang ramah lingkungan dengan memberikan sertifikasi Green Label bagi produk plastik yang telah lolos uji ramah lingkungan setelah melalui observasi dan uji laboratorium,” ungkap Sri.
Dia menambahkan, “Plastik ini tidak saja aman bagi lingkungan tetapi juga tidak membahayakan kesehatan manusia. Salah satu produk pertama yang telah mendapatkan sertifikasi ini adalah Lembaga Oxium, produsen plastik ramah lingkungan terbesar di Indonesia”.
“Kami berharap agar lembaga-lembaga pemerintah makin berperan untuk segera menyusun standarisasi Green Label Plastik ini dan mengendalikan banyaknya pernyataan-pernyataan green produk yang belum jelas standarisasinya,” tegasnya.
Wadah Plastik dari Oxium
SEMENTARA itu Presiden Direktur PT Tirta Marta yang memproduksi Oxium, Sugianto Tandio, MSc mengatakan, “Plastik yang kami keluarkan ini juga dapat mempercepat terjadinya proses degradasi plastik dalam waktu kurang lebih dua tahun. Dengan wadah ini diharapkan sampah plastik tidak lagi menumpuk, menghambat saluran air, dan tanah dapat berfungsi kembali sebagai penyerap air hujan”.
Menurut dia, kalau plastik lain baru dapat terdegradasi ribuan tahun, maka dengan penambahan Oxium, plastik akan menjadi ramah lingkungan dan dapat terdegradasi kurang lebih 24 bulan (dua tahun). Lebih aman dibandingkan dengan plastik konvensional.
“Untuk saat ini Oxium sudah digunakan oleh hampir lebih dari 90 persen di modern market sebagai shopping bag mulai dari Carrefour, Indomaret, Alfamart, Superindo, Hero, Giant, Tip Top, Kemchicks, Guardian, Century, Yogya, Zara, Gramedia, dan beberapa lainnya. Diharapkan dengan wadah ini dapat menciptakan masa depan yang lebih baik,” ujarnya.
Dia menambahkan, “Untuk yang akan datang kami juga akan mengeluarkan wadah plastik atau kantong kertas dari bahan singkong,” katanya. (evi)***
Source : Harian Pelita, Kamis 16 September 2010 | 00:20
Berita Terkait :
Sampah Plastik Timbulkan Banyak Masalah
Pemerintah Lamban Atasi Sampah Plastik?
Sudah Saatnya Indonesia Menggunakan Plastik Belanjaan Ramah Lingkungan
0 komentar:
Posting Komentar