YANG HOT KLIK DI SINI

Kamis, 21 Oktober 2010

Bangunan Bantaran Sungai Cisadane Tetap Ditertibkan

PENATAAN LINGKUNGAN

Bangunan Bantaran Sungai Cisadane Tetap Ditertibkan

TANGERANG - Pemerintah Kota Tangerang tetap akan menertibkan bangunan yang berdiri di atas garis sempadan sungai 20 meter sepanjang bantaran Sungai Cisadane, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang. Penertiban yang belum jelas kepastian waktu pelaksanaannya itu mengacu pada peraturan daerah, peraturan menteri pekerjaan umum, peraturan pemerintah, dan undang-undang.

”Tidak mungkin usulan Forum Masyarakat Kampung Benteng (FMKB) tentang penataan ulang GSS (garis sempadan sungai) bantaran Sungai Cisadane dari 20 meter menjadi 10 meter dilaksanakan. Ini jelas melanggar aturan,” kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang Maryoris Namaga di Tangerang, Senin (18/10).

Menurut Maryoris, usulan penataan kepada Pemkot adalah salah sasaran. ”Seharusnya FMKB mengusulkan itu ke DPR RI selaku yang menetapkan undang-undang. Perda dibuat mengacu pada payung hukum yang ada di atasnya,” kata Maryoris.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkot Tangerang Dadang Durachman mengatakan, penetapan daerah sepanjang GSS 20 meter kawasan bantaran Sungai Cisadane harus bebas dari bangunan ditetapkan dalam Perda Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 1994 tentang GSS. Perda itu mengacu pada aturan di atasnya, yakni Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 63/KPR/1993 tentang GSS, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai, dan Batas Sungai.

Payung hukum di atas Permen PU tersebut, lanjut Dadang, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selain itu, aturan lainnya adalah UU Nomor 11 Tahun 1971 tentang Pengairan.

Mengacu pada UU, tambah Maryoris, Pemkot Tangerang tidak berani mengubah perda sebelum UU, PP, dan Permen PU tersebut diubah dulu.

Seperti diberitakan, Jumat (15/10), FMKB mendatangi Komisi 1 DPRD Kota Tangerang meminta agar Pemkot tidak menertibkan warga yang tinggal di bantaran sungai di Neglasari. Warga juga mengusulkan penataan ulang kawasan tersebut dengan GSS 10 meter dari bibir sungai. Jika GSS tetap 20 meter, berarti sebanyak 1.400 jiwa atau 350 kepala keluarga dari Kampung Kokun, Tangga Asem, dan Sewan Lebak Wangi yang mendiami tempat itu selama di atas 20 tahun terancam kehilangan tempat tinggal. Jika GSS hanya 10 meter, hanya 55 kepala keluarga yang akan tergusur dari bantaran sungai itu (Kompas, 16/10).

Rumah susun

Menanggapi kecemasan 1.400 warga yang terancam tidak memiliki tempat tinggal jika Perda GSS 20 meter tetap diberlakukan, Maryoris mengatakan, Pemkot Tangerang telah menawarkan solusi pengganti tempat tinggal warga dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun itu akan bekerja sama dengan Yayasan Buddha Tzu Chi.

”Solusi rumah susun sempat ditawarkan kepada warga, tetapi mereka tidak mau. Mereka mau tetap tinggal di lahan itu,” kata Maryoris.

Warga juga mau pindah dari tempat itu, lanjut Maryoris, asalkan Pemkot memberikan ganti rugi.

”Jelas, Pemkot tidak mungkin memberikan ganti rugi kepada warga. Tidak ada payung hukum yang memperbolehkan Pemkot memberikan ganti rugi kepada warga yang mendiami di atas lahan negara,” papar Maryoris yang melanjutkan, Pemkot akan melanggar aturan apabila memberikan biaya ganti rugi kepada warga yang menempati lahan negara. (PIN)***

Source : Kompas, Selasa, 19 Oktober 2010 | 04:18 WIB

Ada 1 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda

  • totok pratopo

Selasa, 19 Oktober 2010 | 06:05 WIB

Fenomena permukiman ilegal di bantaran sungai seperti penyakit kanker, lama terjadi tetapi tidak pernah ada antisipasi dari pemerintah (Dept.PU-Dir.SDA, dan instansi pengairan tk pemda). Solusi konkrit tetap harus dicari, karena ini menyangkut masalah yg berdampak kawasan sangat serius Hanya menghadapi masyarakat tidak bisa seperti membuang kanker dari tubuh. Mereka bukan sekedar kumpulan orang dan rumah-rumah. Mereka sudah menjadi komunity, punya ikatan kekeluargaan, pranata sosial, sejarah dan budaya lokal, sehingga pendekatannya harus menyeluruh. Pendekatan hanya dengan perangkat UU, Perda tidak cukup. Ajak bicara diskusi sebagaimana bapak memperlakukan anak. Berikan pemahaman dan pilihan yang merdeka. salam totok pratopo aktivis Kali Code Yogya

Balas tanggapan

0 komentar:

Posting Komentar

 

TRANSLATE/TERJEMAH BAHASA

My Blog List

Site Info

Followers

LINGKUNGAN GLOBAL Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template