Penilaian Belum Akan Menyeluruh
JAKARTA - Penilaian penanganan sampah sebagai bagian dari penilaian Adipura belum bisa dilakukan menyeluruh karena keterbatasan data dan tenaga penilai. Penilaian pencemaran udara di 26 kota metro dan kota besar akan bisa dimulai 2011, tetapi hasil penilaian sulit memberikan data untuk mengendalikan pencemaran udara itu.
Pelaksana Harian Kepala Bidang Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Ujang Solihin Sidik menjelaskan, proses Adipura 2010 telah menilai kemampuan setiap kota menangani sampah.
”Penilaian itu telah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, proses akhir, tempat pembuangan akhir, dan kondisi tempat pembuangan sementara. Namun, yang dinilai baru 26 kota,” kata Ujang.
Dia menjelaskan, 26 kota yang dinilai itu adalah kota yang tergolong kota metro dan kota besar. ”Ternyata persentase sampah organik yang terolah menjadi kompos jauh lebih kecil daripada yang selama ini dilaporkan pemerintah daerah,” kata Ujang.
Dari 14 kota metro yang dinilai, rata-rata sampah organik terolah hanya mencapai 0,7 persen dari total volume sampah yang mencapai 5.364,07 meter kubik per hari. Sementara sampah organik terolah di 12 kota besar rata-rata 0,29 persen dari total volume sampah yang mencapai 1.843,5 meter kubik per hari.
”Itu menunjukkan rendahnya kapasitas pengolahan kompos berbasis komunitas perkotaan. Pengolahan kompos berbasis komunitas sangat baik untuk kampanye pengurangan sampah. Namun, itu bukan solusi untuk mengatasi sampah perkotaan. Untuk meningkatkan persentase sampah organik terolah, setiap kota metro dan kota besar harus memiliki tempat pengolahan sampah organik berskala besar,” kata Ujang.
Penanganan sampah non-organik perkotaan juga kian berat karena persentase sampah non-organik terus membesar. ”Pada tahun 1990-an, 70-80 persen sampah rumah tangga adalah sampah organik. Sekarang, sampah organik hanya 60 persen dari total sampah. Sisanya sampah non-organik yang pengolahannya masih tercampur dengan sampah organik,” ujarnya.
Terkait penambahan kriteria Adipura 2011, Ujang menyatakan, penilaian sampah terolah belum bisa dilakukan di semua kota di Indonesia. ”Karena keterbatasan kami, kemungkinan kami bisa menambah jumlah kota yang dinilai, yaitu dengan menghitung ibu kota provinsi yang berstatus kota sedang atau kota kecil,” kata Ujang.
Sebagian kota metro dan kota besar juga belum memenuhi standar tempat pembuangan akhir (TPA) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Kondisi TPA dan tempat penimbunan sementara sampah di setiap kota juga akan dinilai dalam penganugerahan Adipura 2011.
Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Bergerak Ade Palguna Ruteka menyatakan, penilaian pencemaran udara pada 26 kota metro dan kota besar bisa diterapkan dalam penilaian Adipura 2011.
”Namun, itu penilaian evaluatif, hanya dilakukan selama tiga hari di setiap kota. Data hasil penilaian belum bisa dijadikan basis data untuk merencanakan pengendalian pencemaran udara,” kata Ade.
Kebanyakan kota metro dan kota besar belum memiliki air quality monitoring system (AQMS). ”Perencanaan pengendalian pencemaran udara bisa dilakukan jika ada data harian yang lengkap di sejumlah lokasi jalan utama kota. Tanpa penambahan AQMS di kota metro dan kota besar, penilaian pencemaran udara hanya akan menjadi penilaian semata,” kata Ade.
Ade menyatakan, pemerintah pusat belum berencana menambah AQMS di kota metro dan kota besar pada 2011. ”Sejumlah AQMS yang dibuat KLH juga rusak karena KLH tidak punya anggaran perawatan. Sedangkan pemerintah daerah tidak bisa merawat karena aset AQMS itu belum diserahterimakan kepada pemerintah daerah,” katanya. (ROW)***
Source : Kompas, Sabtu, 28 Agustus 2010 | 02:57 WIB
0 komentar:
Posting Komentar