GARUT - Penetapan proporsi luas kawasan lindung dalam tata ruang wilayah membuat bingung sejumlah pemerintah daerah, terutama mereka yang harus memiliki kawasan lindung lebih luas dari kawasan budidaya. Dengan penduduk yang terus bertambah dan kawasan budidaya yang sempit, daerah akan kesulitan membangun wilayahnya.
Oleh karena itu, daerah-daerah itu memandang perlu dikembangkannya insentif kawasan lindung sebagai kompensasi bagi daerah dengan kawasan lindung yang luas, atau setidaknya ada pola pemanfaatan kawasan lindung oleh masyarakat tanpa mengurangi fungsi lindungnya.
Demikian benang merah yang disampaikan Kepala Bidang Prasarana Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut Hazafrial dan Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kabupaten Tasikmalaya Dadang Sudrajat secara terpisah Kamis (26/8).
Menurut Hazafrial, proporsi luas kawasan lindung memang dibuat berdasarkan kondisi alam. Tujuannya, agar kelestarian alam tetap terjaga. Garut menjadi daerah dengan kawasan lindung yang terluas di Jawa Barat, yakni 82,1 persen dari total luas wilayah 306.519 hektar.
Namun, di saat bersamaan jumlah penduduk Garut yang mencapai 2,5 juta jiwa memiliki banyak konsekuensi. Semakin banyak penduduk otomatis akan memerlukan permukiman dan kawasan budidaya yang mencukupi.
"Kalau kawasan budidaya sempit dan kawasan lindung tidak bisa diganggu gugat, warga mau makan dari mana. Memang kawasan lindung ada juga yang dimanfaatkan warga, tetapi harus dipikirkan pola pemanfaatannya agar kawasan lindung tetap terjaga," tutur Hazafrial.
Alternatif lain, menurut dia, ada baiknya provinsi mengembangkan pola insentif bagi kabupaten yang memiliki kawasan lindung luas. Insentif tersebut bisa berupa pengucuran dana pada APBD kabupaten untuk program-program kelestarian hutan.
Dalam berbagai kesempatan, Bupati Garut Aceng Fikri pun kerap menyampaikan bahwa mayoritas warga Garut di 42 kecamatan dan 424 desa bermukim di sekitar hutan. Langsung ataupun tidak, hal ini turut menyumbang angka kemiskinan masyarakat.
Kesulitan
Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kabupaten Tasikmalaya Dadang Sudrajat berpendapat, sulit untuk mencapai luas kawasan lindung sebagaimana ditetapkan provinsi, yakni seluas 64,9 persen dari total luas wilayah yang sekitar 270.000 hektar.
Kesulitan mencapai kawasan lindung yang ditetapkan semakin bertambah sebab Kecamatan Singaparna dan sekitarnya akan menjadi ibu kota kabupaten. Tentunya, kawasan ibu kota ini akan berkembang dan semakin mendesak kawasan fungsi lindung yang ada.
Menurut Dadang, luas kawasan lindung Kabupaten Tasikmalaya baru sekitar 31 persen. Seandainya dipaksakan pun, luas kawasan lindung maksimal hanya 42 persen. Untuk mencapai luas 64,9 persen, harus ada kawasan budidaya yang dialihfungsikan menjadi kawasan lindung. Alih fungsi budidaya ke lindung ini akan terhambat kepemilikan lahan.
"Kami lebih baik mencantumkan kawasan lindung Kabupaten Tasikmalaya 42 persen saja karena memang adanya segitu. Kami nanti mau negosiasi soal luas kawasan lindung ini kepada provinsi," tuturnya. (adh)***
Source : Kompas, Jumat, 27 Agustus 2010 | 17:14 WIB
0 komentar:
Posting Komentar