YANG HOT KLIK DI SINI

Senin, 03 Mei 2010

Pemerintah Kabupaten Samosir mengakui, penyebab banjir bandang di Desa Buntumauli dan Desa Sabula, Kecamatan Sitiotio, salah satunya adalah kerusakan

Hutan Perbatasan Rusak

Kepastian Tapal Batas Samosir dan Hasundutan Mendesak

MEDAN - Pemerintah Kabupaten Samosir mengakui, penyebab banjir bandang di Desa Buntumauli dan Desa Sabula, Kecamatan Sitiotio, salah satunya adalah kerusakan hutan di hulu Sungai Silogologo dan Mabulak. Namun, lokasi kerusakannya berada di daerah perbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan.

Asisten Pemerintah Kabupaten Samosir Ombang Siboro, Sabtu (1/5), mengatakan, penyebab banjir bandang yang mengakibatkan satu orang tewas dan empat orang masih hilang memang karena degradasi lingkungan di hulu sungai.

”Tetapi, kalau disebut salah satunya karena kerusakan di kawasan Hutan Sitonggitonggi, sepertinya tidak karena kawasan itu terletak lebih dari 10 kilometer dari hulu sungai dan terdapat bukit yang membatasinya. Ini memang kerusakan di hulu, tepatnya di daerah perbatasan Samosir dengan Humbang Hasundutan,” kata Ombang.

Ombang mengakui mendapat laporan tentang terdapatnya aktivitas penebangan dan pengolahan kayu di kawasan hutan yang menjadi hulu sungai. Namun, ia belum dapat memastikan, keberadaan sawmill tersebut masuk ke wilayah Samosir atau Humbang Hasundutan.

Kawasan Hutan Sitonggitonggi yang disebut rusak, menurut Ombang, merupakan areal hak pengusahaan hutan (HPH) milik salah satu perusahaan.

Hutan Sitonggitonggi dulunya memang hutan alam yang kemudian menjadi hutan produksi setelah berada dalam kawasan HPH itu.

Masalah tapal batas

Menurut Ombang, kawasan hulu Sungai Silogologo dan Mabulak yang sering disebut daerah Tombak Haranggaol merupakan perbatasan antara Kabupaten Samosir dan Humbang Hasundutan. Selama ini, belum ada tapal batas yang jelas di antara kedua kabupaten itu.

Ombang menuturkan, konflik di daerah perbatasan sempat terjadi antarwarga dua kabupaten itu. Namun, belum jelas warga dari mana yang melakukan perambahan kawasan hutan di Tombak Haranggaol. ”Itulah makanya kami minta Pemprov Sumut agar membantu mengatasi persoalan tapal batas kabupaten ini biar jelas nanti kawasan tangkapan air ini dijaga oleh pemerintah kabupaten yang mana. Kalau tanpa kejelasan begini, tak ada yang berwenang menjaga kawasan tersebut,” lanjutnya.

Hingga saat ini, korban hilang akibat banjir terus dicari. Menurut Anggiat Sinaga dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat Parapat, yang ikut membantu pencarian korban, upaya pencarian menemukan kesulitan karena ketiadaan alat berat. ”Kami sudah meminta bantuan Pemkab Samosir agar ada alat berat, tetapi masih juga belum ada yang datang,” kata Anggiat.

Masyarakat berharap, anjing pelacak didatangkan untuk mencari korban yang hilang. (BIL/Kompas)***

Senin, 3 Mei 2010 | 04:28 WIB

0 komentar:

Posting Komentar

 

TRANSLATE/TERJEMAH BAHASA

My Blog List

Site Info

Followers

LINGKUNGAN GLOBAL Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template