YANG HOT KLIK DI SINI

Selasa, 18 Mei 2010

Perizinan Tambang Seharusnya Selektif

TAMBANG TIMAH

Perizinan Tambang Seharusnya Selektif

PANGKAL PINANG - Kerusakan lingkungan hidup yang tidak terkendali di Bangka Belitung terjadi karena tidak memperhitungkan prinsip tambang yang berkelanjutan. Tambang berkelanjutan adalah proses penambangan selektif yang meminimalkan kerusakan lingkungan di sekitarnya, ditengarai pula oleh tidak adanya ”obral” perizinan dari pemerintah daerah setempat.

Demikian penilaian pemerhati masalah lingkungan Emil Salim di Jakarta, Senin (17/5), ketika dimintai tanggapannya menyangkut kerusakan parah lingkungan perairan dan daratan Provinsi Bangka Belitung akibat aktivitas penambangan timah. ”Tambang itu sumber daya tidak terbarukan. Tambang timah Bangka Belitung akan habis pada tahun 2030. Jangan sampai habis timah, habis pula riwayat Bangka Belitung,” kata Emil.

Tambang berkelanjutan merupakan eksploitasi yang tidak berlebihan, mengenal zonasi agar tidak mengancam sumber daya lainnya. Seperti di laut, penambangan harus diupayakan tidak merusak sumber daya lain seperti biota kelautan.

Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup itu melihat keberadaan penambang timah inkonvensional di Bangka Belitung sebagai wujud kegagalan pemerintah daerah setempat, atau perusahaan tambang sekaliber PT Timah, dalam menjamin kelangsungan hidup masyarakat di sekitar tambang.

Emil mencontohkan, ada perusahaan Bangka Botanical Garden yang terbukti berhasil membudidayakan buah naga di Bangka. ”Perusahaan seperti PT Timah dan pemerintah daerah harus mengenalkan gaya ekonomi baru, gaya ekonomi berotak, yang mengoptimalkan sumber terbarukan meliputi pertanian, perkebunan, perikanan, pariwisata, dan sebagainya,” kata Emil.

Sebagai perusahaan paling besar, menurut Emil, PT Timah memiliki tanggung jawab menjamin kelangsungan hidup masyarakat di sekitar lokasi tambang. Caranya, dengan menciptakan pendapatan dengan sumber terbarukan.

Tidak berdaya

Sikap tidak berdaya ditunjukkan Gubernur Bangka Belitung Eko Maulana Ali dengan menyatakan aktivitas penambangan di laut sulit dihentikan dan ditertibkan.

Alasannya, sekitar 80 persen masyarakat Bangka dan Belitung kini telanjur menggantungkan hidup pada timah secara langsung maupun tidak langsung. ”Sepanjang belum ada lapangan kerja pengganti, penambangan timah harus terus dilakukan, tetapi dengan cara legal dan mematuhi tata ruang,” kata Gubernur.

Gubernur Bangka Belitung menambahkan, izin tambang timah di laut berasal dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi. Pemerintah kabupaten menerbitkan izin untuk lokasi tambang yang terletak 0-4 mil (0-6,4 kilometer) dari pantai, sedangkan pemerintah provinsi menerbitkan izin untuk lokasi 4-12 mil (6,4-19,3 kilometer).

Sementara itu, Bupati Belitung Darmansyah Husein menyatakan telah melarang penambangan timah di laut, terutama di wilayah barat, selatan, utara, dan sebagian wilayah tengah Pulau Belitung. Kawasan tersebut dikhususkan untuk pariwisata dan budidaya perikanan.

Sejumlah nelayan Bangka kini juga menolak kehadiran kapal penyedot timah di laut yang dioperasikan PT Timah (Persero) Tbk dan kalangan swasta lainnya. Alasannya, penyedotan bahan tambang itu dari dasar laut selama ini telah merusak ekosistem laut sekaligus memperparah kemiskinan yang diderita para nelayan. (WAD/JON/JAN/NAW/KOMPAS) ***

Source : Kompas, Selasa, 18 Mei 2010 | 04:57 WIB

0 komentar:

Posting Komentar

 

TRANSLATE/TERJEMAH BAHASA

My Blog List

Site Info

Followers

LINGKUNGAN GLOBAL Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template