BANJIR CITARUM
Duka Berulang bagi Petani Karawang
Peringatan waspada banjir dari corong masjid pada Sabtu (20/3) malam membuat Acih (38) mendadak gugup. Hatinya cemas. Pikiran Acih tak karuan antara percaya dan tidak. Seumur-umur, dalam hidupnya, baru kali ini ia mendengar imbauan semacam itu.
”Awas banjir, jangan tidur terlalu nyenyak malam ini. Hujan masih mengguyur di hulu,” ujar Acih, warga Desa Curug, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menirukan suara dari corong masjid.
Suasana semakin panik ketika beberapa tetangga menyebutkan Bendungan Jatiluhur mau jebol. Perasaannya campur aduk antara tidak percaya, takut, serta khawatir jiwa dan padi siap panen di lahan seluas 3.000 meter persegi miliknya tersapu air.
Sawah milik Acih memang tak begitu luas. Namun, dari dua petak lahan itulah keluarganya menggantungkan hidup. Berada sekitar 400 meter dari tepian Citarum, persawahan itu yang pertama kali terendam jika sungai meluap, sebelum menyentuh permukiman.
Minggu pagi, ia bergegas ke sawah. Kekhawatiran Acih benar, padi varietas ciherang usia 90 hari miliknya tergenang air setinggi 50-60 sentimeter. Sebagian rumpun rebah dan bulir padi terbenam air. Belasan tahun menggarap lahan itu, baru kali ini tergenang air.
Genangan air memperburuk kondisi tanaman yang sebelumnya telah rusak sebagian karena serangan hama. Hasil panen pun anjlok, dari biasanya 3,2 ton gabah kering panen (GKP) menjadi 2,5 ton GKP. Tak hanya itu, harga jual gabah Acih anjlok Rp 2.000 per kilogram (kg) GKP saat sebagian petani lainnya mampu menjual hasil panennya hingga Rp 2.800 per kg GKP.
Nasib serupa dialami Karwan (57), petani di Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel. Hasil panen dari 2.700 meter persegi sawah garapannya turun dari 1,7 ton GKP menjadi 1 ton GKP. Banyak bulir padi menjadi hampa, busuk, dan patah sehingga harga jualnya tidak optimal. Tengkulak enggan menawarnya dengan harga tinggi.
Acih dan Karwan kehilangan potensi pendapatan hingga lebih dari Rp 1 juta akibat banjir. Keduanya juga terancam kesulitan modal untuk musim tanam berikutnya. Selain pendapatan berkurang, ia pun masih harus menanggung utang pupuk dan pestisida hingga ratusan ribu rupiah dari seorang rentenir yang rajin berkeliling menyambangi petani.
Berulang
Kisah Acih dan Karwan yang mewakili petani di Karawang bagian selatan mengulang duka petani pesisir utara sepanjang Januari-Februari lalu. Banjir akibat luapan saluran-saluran pembuangan yang melanda 12.461 hektar sawah di sembilan kecamatan ketika itu mengakibatkan 6.346 hektar padi puso. Ribuan petani terpaksa menanam ulang dan kehilangan waktu akibat mundurnya jadwal tanam 1-2 bulan.
Pertengahan Maret ini, giliran petani di daerah aliran Sungai Citarum yang menderita akibat banjir. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan Kabupaten Karawang, hingga Rabu kemarin, tercatat 842 hektar padi usia 1-100 hari tergenang air selama 4-5 hari.
Ancaman puso diperkirakan lebih dari 50 persen, terutama padi usia 1-10 yang baru dipindah dari persemaian, seperti di Kecamatan Karawang Barat, Teluk Jambe Timur, dan Batujaya. Di Kecamatan Klari, Ciampel, Teluk Jambe Barat, dan Pakisjaya, usia padi telah mencapai 20-100 hari.
Kepala Dinas Pertanian Karawang Nahrowi Muhamad Nur menyebutkan, meski luas genangan air kali ini relatif kecil dibandingkan dengan bulan lalu, banjir berpengaruh pada mundurnya jadwal tanam di sebagian persawahan hingga lebih dari dua bulan. Target produksi 1,37 juta ton GKP pada tahun ini diperkirakan juga akan ikut terpengaruh meski pemerintah setempat optimistis target tercapai hingga sembilan bulan mendatang.
Pemerintah boleh saja optimistis, tetapi nasib Acih, Karwan, dan ribuan petani lain di Karawang tetap saja menderita akibat banjir. Kisah duka selalu berulang bagi petani di daerah lumbung padi ini. (Mukhamad Kurniawan)***
Source : Kompas, Kamis, 25 Maret 2010 | 02:59 WIB
0 komentar:
Posting Komentar